PEREMPUAN DAN DEMOKRASI: MENUJU MASYARAKAT ADIL DAN SEJAHTERA

Perempuan adalah istilah untuk jenis kelamin manusia yang berlawanan dengan laki-laki. Perempuan memiliki organ Sistem reproduksi wanita yaitu ovarium, uterus, dan vagina, serta mampu menghasilkan sel gamet yang disebut sel telur. Perempuan juga memiliki kemampuan untuk menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui. Istilah "perempuan" umumnya digunakan untuk manusia segala umur dan segala golongan. Sebutan umum untuk orang dewasa berjenis kelamin perempuan disebut wanita.

Definisi perempuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): Perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai puka, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui. Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia: Perempuan adalah manusia yang memiliki kromosom X ganda dan organ reproduksi wanita, seperti ovarium, rahim, dan vagina. Serta menurut World Health Organization (WHO): Perempuan adalah individu yang memiliki identitas gender perempuan, terlepas dari karakteristik biologisnya.

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan). Demokrasi Menurut Para Ahli:

Abraham Lincoln: Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 

Joseph A. Schemer: Demokrasi adalah suatu rencana institusi untuk mencapai keputusan politik. Individu bisa mendapatkan kekuasaan untuk memutuskan dan memperjuangkan suara rakyat. 

Sidney Hook: Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan, dimana keputusan pemerintah secara langsung tidak langsung berdasarkan kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat. 

Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl: Demokrasi adalah sistem pemerintahan, dimana pemerintah diminta untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka di wilayah publik oleh warganegara. Warga bertindak secara tidak langsung melalui kerjasama dengan para wakil yang terpilih. 

Henry B. Mayo: Demokrasi adalah sistem politik yang menunjukkan kebijakan umum atas dasar wakil yang diawasi oleh rakyat, melalui pemilihan secara berkala atas dasar kebebasan politik. 

Perempuan dan demokrasi memiliki hubungan yang erat. Demokrasi yang ideal adalah demokrasi yang inklusif dan partisipatif, di mana semua orang, termasuk perempuan, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik.

Perempuan memiliki peran penting dalam demokrasi karena perempuan merupakan setengah dari populasi dunia, perempuan memiliki perspektif dan pengalaman unik yang dapat memperkaya proses pengambilan keputusan politik, partisipasi perempuan dalam politik dapat menghasilkan kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan perempuan dan anak.

Demokrasi yang adil dan sejahtera membutuhkan partisipasi aktif perempuan di semua tingkatan. Pemerintah, organisasi politik, dan masyarakat sipil harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi partisipasi perempuan dalam politik.

Beberapa contoh partisipasi perempuan dalam demokrasi, yaitu mencalonkan diri dan terpilih sebagai pejabat public, bekerja sebagai aktivis politik dan sosial, berpartisipasi dalam pemilu, menjadi anggota partai politik, membuat dan menyebarkan informasi tentang isu-isu politik. Dengan tekad dan kerja sama, perempuan dapat menjadi agen perubahan yang membawa demokrasi ke arah yang lebih adil dan sejahtera.

Demokrasi, sebuah sistem pemerintahan yang berlandaskan kedaulatan rakyat, menggemakan nilai-nilai kesetaraan dan partisipasi. Namun, dalam perjalanannya, demokrasi masih diwarnai ketimpangan gender, di mana suara perempuan masih terpinggirkan. Esai ini bertujuan untuk mengupas peran krusial perempuan dalam demokrasi dan bagaimana partisipasi aktif mereka dapat membangun masyarakat yang adil dan sejahtera.

Pertama, penting untuk memahami bahwa perempuan bukan sekadar pemilih, tetapi agen perubahan yang memiliki potensi besar untuk memajukan demokrasi. Menurut buku "Demokrasi dan Kesetaraan Gender" karya Yulia Setiawati (2019), perempuan membawa perspektif dan pengalaman unik yang memperkaya proses pengambilan keputusan dan kebijakan. Keterlibatan perempuan dalam politik, misalnya, dapat menghasilkan kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan perempuan dan anak.

Studi seperti "Perempuan dan Politik di Indonesia: Sebuah Kajian Gender" oleh Titi Savitri (2005) menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam politik formal, seperti menjadi anggota legislatif dan eksekutif, masih rendah. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti norma sosial yang patriarkis, minimnya akses terhadap pendidikan dan informasi politik, serta budaya politik yang misoginis.

Namun, bukan berarti perempuan pasif dalam ranah demokrasi. Di luar ranah formal, perempuan aktif dalam berbagai gerakan sosial dan organisasi masyarakat sipil, memperjuangkan hak-hak mereka dan membangun komunitas yang lebih adil. Buku "Gerakan Perempuan dan Demokrasi di Indonesia" karya Nursyahbani Katjasungkana (2007) mengisahkan perjuangan panjang gerakan perempuan Indonesia dalam memperjuangkan kesetaraan gender dan demokrasi.

Demokrasi yang inklusif dan partisipatif membutuhkan partisipasi aktif perempuan di semua tingkatan. Pemerintah, organisasi politik, dan masyarakat sipil harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi partisipasi perempuan dalam politik. Hal ini dapat dilakukan melalui edukasi politik, peningkatan akses terhadap pendidikan dan informasi, serta membangun budaya politik yang menghargai kesetaraan gender.

Perempuan yang berdaya dan terlibat dalam demokrasi membawa manfaat besar bagi masyarakat. Menurut buku "Women and Political Participation: An Overview" oleh Pippa Norris (2002), partisipasi perempuan dalam politik berkontribusi pada pengurangan kemiskinan, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta memperkuat demokrasi.

Sebagai contoh, penelitian di India menunjukkan bahwa desa dengan kepala desa perempuan memiliki tingkat literasi dan kesehatan anak yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan dapat membawa perubahan positif bagi komunitas.

Masih banyak tantangan yang harus dihadapi perempuan dalam memperjuangkan hak-hak mereka dan mencapai kesetaraan gender dalam demokrasi. Namun, dengan tekad dan kerja sama, perempuan dapat menjadi agen perubahan yang membawa demokrasi ke arah yang lebih adil dan sejahtera.

Pembahasan mengenai kesetaraan gender dalam dinamika politik mau tidak mau akan menyebabkan adanya pembahasan mengenai peran dan pengaruh perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia. Konstruksi sosial di Indonesia yang cenderung partriarkis telah mendorong perempuan ke dalam pemetaan stereotipe ketidak-layakan dalam berkancah di sektor politik. Namun belakangan peran dan pengaruh perempuan dalam politik tidak dapat diabaikan, terutama akibat gagasan demokrasi yang mendorong adanya partisipasi politik yang lebih besar bagi perempuan di seluruh negeri. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau peran dan pengaruh perempuan dalam dinamika politik di Indonesia. Hal tersebut dilakukan dengan metode kepustakaan untuk mempelajari berbagai sumber pustaka, diantaranya buku, jurnal dan pustaka lainnya yang relevan. Analisa dilakukan secara kualitatif. Proses demokratisasi telah mendorong semakin meningkatnya partisipasi politik perempuan sebagai bentuk representasi dan akuntabilitas demokrasi di Indonesia. Hal ini didahului dengan pengesahan konstitusi yang mendorong peningkatan peran perempuan dalam kancah perpolitikan Indonesia. Hal ini kemudian diikuti dengan kemunculan tokoh-tokoh politik perempuan yang duduk di berbagai lembaga eksekutif dan legislatif negara. Namun kemudian masih terdapat keterbatasan dalam keterlibatan perempuan dinamika politik dilihat dari proporsi jumlah antara wanita dan laki-laki yang terlibat dalam ranah politik di Indonesia.

Pentingnya Pendidikan Politik untuk Perempuan

Pendidikan politik bagi perempuan memegang peranan krusial dalam membangun masyarakat yang adil dan sejahtera. Berikut beberapa alasan mengapa pendidikan politik penting bagi perempuan:

Pendidikan politik membantu perempuan memahami hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara, termasuk hak untuk memilih, hak untuk dipilih, dan hak untuk berpartisipasi dalam proses politik. Pengetahuan ini memberdayakan perempuan untuk menyuarakan aspirasi mereka dan terlibat aktif dalam pembangunan bangsa.

Pendidikan politik membantu perempuan memahami isu-isu politik yang penting, seperti kebijakan publik, hak asasi manusia, dan demokrasi. Kesadaran ini memungkinkan perempuan untuk membuat keputusan yang informed dan berpartisipasi dalam diskusi publik secara konstruktif.

Pendidikan politik membantu perempuan mengembangkan keterampilan kepemimpinan yang penting, seperti komunikasi, negosiasi, dan pengambilan keputusan. Kemampuan ini dapat bermanfaat bagi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam ranah politik maupun non-politik.

Pendidikan politik mendorong perempuan untuk berani terlibat dalam politik, baik sebagai pemilih, aktivis, maupun kandidat politik. Partisipasi perempuan dalam politik sangat penting untuk membangun demokrasi yang inklusif dan representatif.

Pendidikan politik membantu memperkuat kesetaraan gender dengan mendorong perempuan untuk menantang stereotip gender dan memperjuangkan hak-hak mereka. Ketika perempuan memiliki suara dalam politik, mereka dapat berkontribusi dalam menciptakan kebijakan yang lebih adil dan inklusif bagi semua orang.

Pendidikan politik bagi perempuan bukan hanya tentang pengetahuan, tetapi juga tentang aksi. Perempuan yang terdidik secara politik harus berani menggunakan suara mereka untuk memperjuangkan perubahan dan membangun masa depan yang lebih baik bagi diri mereka sendiri, keluarga, dan masyarakat.

Beberapa dampak dari urangnya keterlibatan perempuan dalam agenda politik, yang berakar dari sistem patriarki, membawa dampak negatif yang luas bagi berbagai aspek kehidupan. Kebijakan Publik yang Diskriminatif, yaitu keputusan politik yang dibuat tanpa mempertimbangkan suara perempuan berisiko mengabaikan kebutuhan dan kepentingan mereka. Hal ini dapat berakibat pada kebijakan publik yang diskriminatif, seperti kurangnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan layanan publik lainnya bagi perempuan. Contohnya, minimnya infrastruktur pendukung ibu menyusui di tempat publik, atau kebijakan cuti hamil yang tidak memadai. 

Representasi yang Kurang Adil, maksudnya ketika perempuan tidak terlibat dalam politik, mereka tidak memiliki suara dalam mewakili kepentingan mereka di tingkat pengambilan keputusan. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya representasi perempuan dalam pemerintahan, parlemen, dan lembaga publik lainnya. Ketidakadilan representasi ini dapat memperkuat stereotip dan diskriminasi terhadap perempuan.

Dengan meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik, maka pengambilan keputusan menjadi lebih komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan seluruh warga negara. Selain itu, keterlibatan perempuan juga dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah dan memperkuat legitimasi demokrasi itu sendiri.

Penting untuk dicatat bahwa dampak-dampak ini saling terkait dan memperkuat satu sama lain. Untuk membangun masyarakat yang adil dan sejahtera, penting untuk menantang sistem patriarki dan mendorong partisipasi aktif perempuan dalam agenda politik.

RUU dan UU yang Berpotensi Merugikan Perempuan di Indonesia

Terdapat beberapa RUU dan UU yang memiliki pasal-pasal atau ketentuan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi perempuan. Berikut beberapa contohnya:

Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP)

Pasal 411: Melarang aborsi kecuali dalam kondisi tertentu, seperti untuk menyelamatkan nyawa ibu. Hal ini berpotensi membatasi akses perempuan terhadap layanan aborsi yang aman dan legal, terutama bagi perempuan miskin dan marginal.

Pasal 474: Melarang perzinaan dengan hukuman penjara. Hal ini berpotensi mengkriminalisasi hubungan seksual konsensual di luar nikah dan berdampak diskriminatif bagi perempuan.

Pasal 484: Melarang kohabitasi (hidup bersama tanpa menikah) dengan hukuman penjara. Hal ini berpotensi membatasi hak perempuan untuk memilih dengan siapa mereka ingin hidup dan berdampak pada perempuan yang menjalin hubungan di luar nikah.

Undang-Undang Pernikahan (UU Pernikahan)

Pasal 34: Menetapkan usia minimal perkawinan 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Hal ini berpotensi melanggengkan praktik kawin paksa dan pernikahan anak, terutama di daerah pedesaan dan marginal.

Pasal 38: Memberikan hak poligami kepada laki-laki dengan syarat tertentu. Hal ini berpotensi memperkuat budaya patriarki dan melanggengkan ketidaksetaraan gender dalam pernikahan.

Undang-Undang Penyiaran (UU Penyiaran)

Pasal 36: Melarang penyiaran konten yang bertentangan dengan norma agama, adat istiadat, dan nilai-nilai Pancasila. Hal ini berpotensi digunakan untuk membungkam suara perempuan dan membatasi kebebasan berekspresi mereka.

Pasal 42: Memberikan kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menindaklanjuti aduan masyarakat terkait konten siaran. Hal ini berpotensi digunakan untuk menyensor konten yang dianggap "tidak sesuai" dengan norma agama dan budaya, yang dapat berdampak pada konten yang mengangkat isu-isu perempuan dan hak asasi manusia.


KESIMPULAN

Menggarisbawahi peran penting perempuan dalam mewujudkan demokrasi yang inklusif dan berkeadilan. Keterlibatan aktif perempuan dalam proses politik, pengambilan keputusan, dan pembangunan sosial ekonomi sangatlah esensial untuk mencapai masyarakat yang adil dan sejahtera bagi semua.

Kurangnya keterlibatan perempuan dalam politik (sistem patriarki) membawa dampak negatif yang luas, seperti kebijakan publik yang diskriminatif, representasi yang tidak adil, pelemahan demokrasi, ketimpangan gender yang berkelanjutan, dan dampak negatif pada anak dan keluarga.

Pendidikan politik bagi perempuan sangat penting untuk meningkatkan pemahaman hak dan kewajiban mereka, meningkatkan kesadaran akan isu-isu politik, mengembangkan kemampuan kepemimpinan, mendorong partisipasi perempuan dalam politik, dan memperkuat kesetaraan gender.

Isu-isu seperti kesetaraan gender, hak reproduksi, kekerasan berbasis gender, dan kesejahteraan perempuan menjadi penting dalam agenda demokrasi untuk mencapai keadilan, pembangunan berkelanjutan, perdamaian dan keamanan, dan demokrasi yang sehat.

Kasus pelecehan seksual yang dibalas dengan tuntutan dan hukuman penjara karena UU ITE menunjukkan perlunya revisi UU ITE agar lebih sensitif terhadap gender dan berpihak pada korban. Keterlibatan perempuan dalam proses revisi sangatlah penting.

Masih terdapat RUU dan UU yang berpotensi merugikan perempuan, seperti RUU KUHP, UU Pernikahan, dan UU Penyiaran. Upaya advokasi dan partisipasi perempuan dalam proses legislasi sangatlah penting untuk memperjuangkan RUU dan UU yang adil dan melindungi hak-hak perempuan.

Demokrasi yang adil dan sejahtera tidak dapat tercapai tanpa partisipasi aktif perempuan yang setara. Dengan terus menyuarakan aspirasi, memperjuangkan hak-hak mereka, dan terlibat dalam berbagai aspek kehidupan publik, perempuan dapat menjadi agen perubahan positif dalam membangun masyarakat yang lebih baik bagi semua.


PENUTUP

Perempuan dan demokrasi memiliki hubungan yang erat dan saling terkait. Demokrasi yang adil dan sejahtera tidak dapat tercapai tanpa partisipasi aktif perempuan yang setara.

Masih banyak tantangan yang harus dihadapi perempuan dalam memperjuangkan hak-hak mereka dan mencapai kesetaraan gender. Namun, dengan terus belajar, berjejaring, dan bersinergi, perempuan dapat melangkah maju dan menjadi agen perubahan positif dalam membangun masa depan yang lebih cerah bagi semua.

Dengan bekerja sama dan bahu membahu, kita dapat membangun dunia di mana perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai potensi penuh mereka dan berkontribusi pada kemajuan bangsa dan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Perempuan

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Perempuan

https://katadata.co.id/berita/nasional/61ba2aca6c3bc/pengertian-demokrasi-menurut-para-ahli-dan-sejarahnya 

Setiawati, Yulia. (2019). Demokrasi dan Kesetaraan Gender. Jakarta: Pustaka Cendekia.

Savitri, Titi. (2005). Perempuan dan Politik di Indonesia: Sebuah Kajian Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Katjasungkana, Nursyahbani. (2007). Gerakan Perempuan dan Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Kompas Gramedia.

Norris, Pippa. (2002). Women and Political Participation: An Overview. New York: Oxford University Press.

https://komnasperempuan.go.id/pernyataan-sikap-detail/pernyataan-sikap-komnas-perempuan-terhadap-rancangan-undang-undang-kitab-undang-undang-hukum-pidana-rkuhp-per-9-november-2022

https://komnasperempuan.go.id/pernyataan-sikap-detail/pernyataan-sikap-komnas-perempuan-terhadap-rancangan-undang-undang-kitab-undang-undang-hukum-pidana-rkuhp-per-9-november-2022

https://www.kompas.id/baca/humaniora/2024/05/21/ruu-penyiaran-2024-membungkam-suara-kritis-pers-merugikan-perempuan-dan-kelompok-rentan

https://news.detik.com/berita/d-6453071/komnas-perempuan-kuhp-baru-rugikan-perempuan-pasal-zina-langgar-privasi

https://news.detik.com/berita/d-6453071/komnas-perempuan-kuhp-baru-rugikan-perempuan-pasal-zina-langgar-privasi

Komentar